YURISPRUDENSI TENTANG PERKARA DI PENGADILAN AGAMA
1. Surat gugatan dibuat
dan ditandatangani oleh kuasanya tanggal 3 Desember 1988 sedangkan surat kuasa
yang diberikan oleh Penggugat kepada kuasanya baru terjadi pada tanggal 15
Desember 1988 yang bersangkutan belum menjadi kuasa, sehingga ia tidak berhak
menandatangani surat kuasa tersebut. {Putusan MARI nomor 359 K/PDT/1992}.
2.
“Bahwa
dikarenakan perselisihan yang terus menerus dan sudah tidak dapat didamaikan
kembali serta sudah tidak satu atap lagi/tidak serumah karena tidak disetujui
oleh keluarga kedua belah pihak, maka dapat dimungkinkan jatuhnya ikrar talak”.
{Putusan MARI nomor 285 K/AG/2000 Tanggal 10 November 2000}.
3.
“Suami
isteri yang telah pisah tempat tinggal selama 4 (empat) tahun dan tidak saling
memperdulikan sudah merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran
sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga dapat dijadikan
alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian” {Putusan MARI nomor 1354 K/Pdt/2000
Tanggal 8 September 2003}.
4.
“Perceraian
dapat dikabulkan apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 19 f Peraturan
pemerintah Nomor 9 Tahun 1975”. {Putusan MARI nomor 237 K/AG/1998}.
5.
“Bahwa
dalam hal perceraian tidak perlu dilihat dari siapa penyebab percekcokan atau
salahsatu pihak telah meninggalkan pihak lain, tetapi yang perlu dilihat adalah
perkawinan itu sendiri apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan lagi
atau tidak”. {Putusan MARI nomor 534 K/Pdt/1996 Tanggal 18 Juni 1996}.
6.
“Hakim
berkeyakinan bahwa rumah tangga kedua belah pihak antara Pemohon dan Termohon
benar telah retak dan sulit untuk dirukunkan kembali, maka cukup alasan bagi
hakim mengabulkan permohonan Pemohon untuk menjatuhkan talak satu kepada
Termohon”. {Putusan MARI nomor 09 K/AG/1994 Tanggal 25 Nopember 1884}.
7.
“Perceraian
tidak dapat dikabulkan apabila tidak memenuhi alasan-alasan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 19 f PP No. 9 Tahun 1975”. {Putusan MARI nomor 237 K/AG/1995
Tanggal 30 Agustus 1995}.
8.
“Perceraian
dapat dikabulkan karena telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU No. 1
tahun 1974, Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 f Kompilasi
Hukum Islam”. {Putusan MARI nomor 138 K/AG/1995 Tanggal 26 Juli 1996}.
9.
“Karena
petitum berisi permohonan tentang perceraian dan tentang perwalian yang
seharusnya dapat diperiksa dan diputus dalam satu putusan, maka petitum
perwalian yang telah diputus dalam bentuk penetapan harus dianggap sebagai
putusan sehingga permohonan kasasi atas putusan (penetapan) tentang perwalian
harus dianggap sebagai permohonan banding terhadap suatu putusan”. {Putusan
MARI nomor 1513 K/Pdt/1994 tanggal 26 Agustus 1997}.
10. “Pemohon bukan
pejabat yang berwenang mengajukan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan
secara Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 jo. Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam, maka gugatan Penggugat harus
dinyatakan tidak dapat diterima”. {Putusan MARI nomor 196 K/AG/1994 Tanggal 15
Nopember 1996}.
11. “Bahwa suatu perkawinan
yang dilakukan oleh seseorang yang telah mempunyai isteri, seyogiyanya harus
disertai izin dari Pengadilan Agama sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
Pasal 3, 9, 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. {Putusan MARI nomor 02
K/AG/2001 Tanggal 29 Agustus 2002}.
12. “Bahwa dalam suatu
putusan perceraian dimana seorang Hakim tidak boleh memutus apa yang tidak
menjadi petitum gugatan dimana dalam gugatan perceraian tersebut tidak dikenal
adanya gugatan balik terhadap rekonvensi”. {Putusan MARI nomor 233 PK/Pdt/1991
Tanggal 20 Juni 1997}.
13. “Gugatan rekonvensi
ternyata tidak terperinci, tidak jelas dan kabur. Tuntutan nafkah yang diajukan
oleh Penggugat Konpensi/Tergugat rekonpensi diajukan ke persidangan pada saat
memberikan kesimpulan, maka harus dinyatakan tidak dapat diterima”. {Putusan
MARI nomor 10 K/AG/1995 Tanggal 15 Agustus 1995}.
14. “Didalam hal gugatan talak bain shughra dimana pihak ayah, ibu, dapat
diangkat sebagai saksi dan disesuaikan dengan keterangan pada saksi dari
Tergugat”. {Putusan MARI nomor 83 K/AG/1999}.
14. “Bahwa pemberian ½
bagian dari gaji Tergugat kepada Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 8
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dirubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1990 mengenai Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, bukan
merupakan hukum acara Peradilan Agama, karena pemberian ½ gaji Tergugat kepada
Penggugat merupakan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara”. { Putusan MARI nomor
11 K/AG/2001 Tanggal 10 Juli 2003 }.
15. Seorang ibu yang
telah tega menukarkan anaknya dengan harta, tidak dapat dikualifikasikan
sebagai ibu yang baik, apalagi sebagai wali ibu.
16. “Dalam hal terjadi
perceraian, anak yang belum mumayyiz (belum berumur 12 tahun) adalah hak
Ibunya“. { Putusan MARI nomor 27 K/AG/1982 Tanggal 30 Agustus 1983}.
17. “Bila terjadi
perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya
diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu”. {Putusan
MARI nomor 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003}.
18. “Bahwa apabila telah
terjadi perceraian, maka akibat perceraian harus ditetapkan sesuai dengan
kebutuhan hidup minimum berdasarkan kapatutan dan keadilan, dan untuk menjamin
kepastian dan masa depan anak perlu ditetapkan kewajiban suami untuk membiayai
nafkah anak/anak-anaknya”. {Putusan MARI nomor 280 K/AG/2004 tanggal 10
Nopember 2004}.
19. Adanya surat
penyerahan antara bekas suami isteri yang perkawinannya dinyatakan putus karena
perceraian, yang merupakan perdamaian di luar sidang adalah kesepakatan bersama
yang harus ditaati oleh keduabelah pihak yang membuatnya. {Putusan MARI nomor
1762 K/Pdt/1994 tanggal 29-9-1977}.
20. “Bahwa di dalam suatu
gugatan perkara perdata dimana obyek perkara dan Tergugatnya berbeda, maka
gugatan tersebut harus diajukan secara terpisah terhadap masing-masing obyek
sengketa dan Tergugatnya. Oleh karena itu bila dalam sengketa Penggugat
mengajukannya yang obyek sengketa dan Tergugatnya berbeda, digabungkan menjadi
satu, terhadap gugatan tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima”.
{Putusan MARI nomor 962 K/Pdt/95 Tanggal 17 Desember 1995}.
21. “Bilamana terdapat
perbedaan luas dan batas-batas tanah sengketa dalam posita dan petitum, maka
petitum tidak mendukung posita, karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat
diterima sebab tidak jelas dan kabur”. {Putusan MARI nomor 585 K/Pdt/2000
Tanggal 23 Mei 2001}.
22. “Hakim tidak boleh
menjatuhkan putusan melebihi yang dituntut”. {Putusan MARI nomor 2831
K/Pdt/1996}.
23. “Pengadilan tidak
dapat menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak dituntut oleh Penggugat”.
{Putusan MARI nomor 3182 K/Pdt/1994 Tanggal 30 Juli 1997}.
24. “Gugatan penggugat
obscuur libel karena identitas obyek perkara yang tercantum dalam gugatan dan
hasil pemeriksaan sidang di tempat berbeda. Sedangkan Penggugat tidak
mengadakan perubahan surat gugatan”. {Putusan MARI nomor 34 K/AG/1997 Tanggal
27 Juli 1998}.
25. “Permohonan kasasi
dapat dikabulkan, karena gugatan Penggugat kurang pihak atau tidak semua ahli
waris dijadikan pihak dalam gugatan Penggugat”. {Putusan MARI nomor 184 K/AG/1996
Tanggal 27 mei 1998}.
26. “Yudex Factie telah
salah menerapkan hukum karena ada ahli waris lainnya yang tidak diikutsertakan
sebagai pihak-pihak dalam memfaraidhkan harta peninggalan pewaris”. {Putusan
MARI nomor 537 K/AG/1996 Tanggal 11 Juli 1997}.
27. “Tanggungjawab ahli
waris terhadap utang sipewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta
peninggalan {Kompilasi Hukum Islam Pasal 175 ayat (2)”}.
28. “Terhadap harta
bawaan dari istri tidak dapat disita sebagai jaminan atas hutang almarhum
suaminya sebab bukan merupakan harta peninggalan almarhum suaminya”. {Putusan
MARI nomor 3574 K/Pdt/2000 Tanggal 5 September 2002}.
29. “Hibah wasiat baru
berlaku setelah orang yang menghibahwasiatkan meninggal dunia sedangkan
penghibah sebagai yang menghibahwasiatkan masih hidup, maka hibah wasiat dapat
dicabut kembali” {Putusan MARI nomor 3704 K/Pdt/1991 Tanggal 25 Juni 1996}.
30. “Derden Verzet
terhadap eksekusi hanya dapat diajukan oleh sipemilik tanah”. {Putusan MARI
nomor 3045 K/Pdt/1991 Tanggal 30 Mei 1996}.
31. “Perlawanan oleh para
Pelawan yang menyatakan kepemilikan hak atas tanah dianggap sah, pembatalannya
melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, maka para Pelawan dinyatakan
sebagai Pelawan yang benar dan perlawanannya dapat diterima”. {Putusan MARI
nomor 3283 K/Pdt/1994 Tanggal 27 Maret 1997}.
32. “Terhadap putusan
sela tidak dapat diajukan banding secara berdiri sendiri, harus lebih dahulu
ditunggu putusan akhir, baru dapat diajukan banding bersama-sama dengan putusan
akhir”. {Putusan MARI nomor 316 K/Pdt/1994 Tanggal 28 mei 1997}.
33. “Karena eksepsi
Tergugat I, II, III dan IV dianggap tepat dan beralasan menurut hukum, maka
Pengadilan tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut mengenai gugatan
Penggugat, dan selanjutnya gugatan Penggugat tersebut harus dinyatakan tidak
dapat diterima”. {Putusan MARI nomor 2895 K/Pdt/1995 Tanggal 30 Agustus 1996}.
34. “Bahwa dalam
pembagian harta warisan menurut Hukum Islam, maka harta warisan tersebut harus
dibagi diantara para ahli warisnya dengan perbandingan 2 bagian bagi anak
laki-laki dan satu bagian bagi anak perempuan”. {Putusan MARI nomor 350 K/AG/1994
Tanggal 28 Mei 1997}.
35. “Selama masih ada
anak laki-laki maupun anak perempuan, maka hak waris dari orang-orang yang
mempunyai hubungan darah dengan pewaris kecuali orang tua, suami dan isteri
menjadi tertutup (terhijab)”. {Putusan MARI nomor 86 K/AG/1994 Tanggal 27 juli
1996}.
36. “Dengan adanya anak
perempuan dari pewaris, maka saudara-saudara kandung pewaris tertutup oleh Tergugat
Asal I oleh karenanya Penggugat-Penggugat Asal tidak berhak atas harta
warisan”. {Putusan MARI nomor 184 K/AG/1995 Tanggal 30 September 1996} =
Madzhab Ibn ‘Abbas ra.
37. Jual beli yang dilakukan di bawahtangan
sebelum adanya Undang-Undang Pokok Agraria dan tanah sengketa merupakan tanah
eigendom, maka masih berlaku sistem BW.
38. Perkawinan pewaris
dengan isteri kedua sampai saat pewaris meninggal dunia tidak pernah
dibatalkan, karena itu isteri kedua dan anak perempuannya adalah ahli waris.
{Putusan MARI nomor 38 K/AG/1998 Tanggal 5 Oktober 1998 } Suara Uldilag No. 1
Mei 2003 M.
39. Mengenai harta
bersama walaupun tidak ada tuntutan akan tetapi Hakim secara ex officio dapat
membagi harta bersama tersebut. Anak angkat mendapat 1/3 dari tirkah. Anak
perempuan dari istri kedua dinyatakan sebagai ahli waris dan mendapat bagian
sisa dari bagian istri pertama dan isteri kedua (ibunya). Sedangkan saudara
laki-laki dan saudara perempuan pewaris tidak mendapat bagian warisan karena
terhalang oleh anak perempuan pewaris. {sda.}.
40. Hal-hal yang diajukan
oleh Penggugat yang tidak disangkal oleh Tergugat dapat dianggap sebagai alat
bukti. {Putusan MARI nomor 803 K/Sip/1970 tanggal 8 Mei 1971}.
41. Dengan adanya
pengakuan Tergugat, dianggap gugatan Penggugat telah terbukti. {Putusan MARI
nomor 496 K/Sip/1971 Tanggal 1 September 1971}.
42. Dalam hal jawaban
Tergugat yang menyangkal atau keterangan yang berlainan dari surat gugatan,
maka Penggugat harus membuktikannya. {Putusan MARI nomor 499 K/Sip/1970 tanggal
4 Pebruari 1970}.
43. Siapa yang
membuktikan sesuatu haruslah membuktikan dalilnya. {Putusan MARI nomor 1121
K/Sip/1971 Tanggal 15 April 1972}.
44. Surat-surat yang
ditandatangani oleh orang-orang yang tidak cakap berbuat dalam hukum (onbekwan
personen) tidak dapat diajukan sebagai alat bukti {Putusan MARI nomor 499
K/Sip/1970 Tanggal 4 Pebruari 1970}.
45. Surat bukti yang
tidak bermeterai tidak merupakan alat bukti yang sah {Putusan MARI nomor 589
K/sip/1970 tanggal 13 Maret 1971}.
46. Surat keterangan
pajak bukan merupakan bukti kepemilikan, karena sering terjadi bahwa pada surat
keterangan pajak masih tetap tercantum nama pemilik tanah yang lama padahal
tanahnya sudah menjadi milik orang lain. {Putusan MARI nomor 767 K/Sip/1970
Tanggal 13 Maret 1971}.
47. Suatu akte perjanjian
jual beli yang dilaksanakan dihadapan seorang pejabat akte tanah menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 dianggap sebagai bukti yang mempunyai
kekuatan bukti yang sempurna. {Putusan MARI nomor 937 K/Sip/1970 Tanggal 22 Maret
1972}.
48. Dalam hal dua
tandatangan yang berbeda yang dibuat oleh seorang yang sama terdapat sedikit
perbedaan disebabkan oleh perbedaan jangka waktu, maka Hakim dapat mengambil
kesimpulan sendiri tentang suatu alat bukti tanpa diperlukan mendengar saksi
ahli. {Putusan MARI nomor 213 K/Sip/1955 Tanggal 10 April 1957 dan Putusan MARI
nomor 840 K/Sip/1971 Tanggal 19 Januari 1972}.
49. “Bahwa bukti tambahan
tidak dapat mematahkan sumpah suppletoir yang telah dilakukan, sebab sumpah
tersebut tidak tunduk pada pemeriksaan banding atau kasasi” {Putusan MARI nomor
935 K/Pdt/1998 Tanggal 21 Desember 1989}.
50. “Bahwa di dalam
perkara gugatan mengenai hibah dapat dinyatakan batal apabila si penerima hibah
tidak dapat membuktikan secara nyata barang tersebut telah dihibahkan
kepadanya”. {Putusan MARI nomor 55 K/AG/1998 Tanggal: 29 Juli 1999}.
51. “Hibah yang melebihi
1/3 dari luas obyek sengketa yang dihibahkan adalah bertentangan dengan
ketentuan hukum” {Putusan MA nomor 76 K/AG/1992 Tanggal 23 Oktober 1993}.
52. “Sebelum menerapkan
Pasal 210 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, maka terlebih dahulu harus dijelaskan
oleh Penggugat jumlah harta keseluruhannya sehingga dapat ditentukan apakah
hibah tersebut melampaui batas 1/3 harta hibah atau tidak”. {Putusan MARI nomor
75 K/AG/2003 tanggal 14 Mei 2004}.
53. Bahwa seseorang yang
mendalilkan mempunyai hak atas tanah berdasarkan hibah, harus dapat membuktikan
kepemilikan atas hibah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, dan apabila diperoleh berdasarkan hibah, maka segera
tanah tersebut dibaliknamakan atas nama penerima hibah, jika tidak demikian
kalau timbul sengketa di kemudian hari, maka status tanah tersebut tetap
seperti semula kecuali benar-benar dapat dibuktikan perubahan status
kepemilikannya {Putusan MARI nomor 27 K/AG/2002 tanggal 26 Pebruari 2004}.
54. Judex Factie telah
salah menerapkan hukum karena telah memeriksa dan mengadili obyek perkara yang
mengandung sengketa hak milik, incasu sedang diproses di Peradilan Umum/proses
kasasi”. {Putusan MARI nomor 363 K/AG/1995 Tanggal 11 Juli 1995}.
55. “Bahwa oleh karena
Pengadilan Agama Mempawah tidak berwenang mengadili perkara ini, maka sita
jaminan yang telah dilakukan oleh Pengadilan Agama Mempawah harus dinyatakan
tidak sah dan tidak berharga, oleh karenanya harus diperintahkan untuk
diangkat”. {Putusan MARI nomor 316 K/AG/1995 tanggal 30 Oktober 1995}.
56. Menetapkan memberikan
hak kepada Penggugat/Pembanding Sulistiyo untuk bertemu secara intensif dengan
anak bernama Dimas Chandra selama 3 (tiga) hari dalam seminggu terhitung sejak
putusan ini dijatuhkan sampai secara hukum anak tersebut dapat memilih sendiri
untuk ikut ibu atau bapaknya (umur 12 tahun).
ü Menghukum
Penggugat/Pembanding dan Tergugat /Terbanding untuk melaksanakan diktum 2 di
atas. {Putusan MARI nomor 01 K/AG/2002 Tanggal 17 Januari 2003}.
ü Memerintahkan
Penggugat rekonpensi untuk memperbolehkan dan tidak menghalangi Tergugat
rekonpensi kalau sewaktu-waktu ingin menjumpai anak-anak tersebut (Putusan PTA
Medan nomor 103/Pdt.G/2006/PTA Mdn. tanggal 31 Januari 2007).
57. Perlawanan derden
verzet tidak dapat digabung dengan gugatan lainnya, oleh karenanya permohonan
penetapan ahli waris dari almarhum … yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Pelawan,
harus dinyatakan tidak dapat diterima. {Putusan MARI nomor 334 K/AG/1999 Tanggal
6 Januari Pebruari 2003}.
58. Menimbang, bahwa
majelis hakim berpendapat bahwa Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam tentang ahli
waris pengganti tidak dapat diterapkan untuk menyelesaikan peristiwa kematian
almarhum yang meninggal pada tahun 1985 karena apabila semua peristiwa hukum
kewarisan yang telah terjadi sebelum berlakunya Kompilasi Hukum Islam dapat
digugat dengan mendasarkan pada Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam, maka akan
menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan hal ini tidak sesuai dengan Pasal
229 Kompilasi Hukum Islam itu sendiri {Lihat Putusan MA nomor 221 K/AG/1993
Tanggal 2 Juni 1994 – Putusan PTA Jakarta nomor 025/1993/PTA.Jkt Tanggal 19
Juni 1993}.
59. “Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1947 adalah Undang-Undang untuk peradilan tingkat banding sehingga
tidak dapat diterapkan pada pembuatan surat gugat dalam tingkat pertama”.
60. “Bahwa penggabungan
beberapa tuntutan dari Penggugat dapat dibenarkan sepanjang gabungan tuntutan
perceraian dengan segala akibat hukumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 86
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, sedangkan tuntutan lainnya yang tidak diatur
dalam pasal tersebut cukup dinyatakan tidak dapat diterima, tidak seharusnya
keseluruhan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima dengan alasan
obscuur libel”.
61. “Bilamana perkara
yang pihak Tergugatnya gila, sebagian berpendapat bahwa pemeriksaan tetap
dilanjutkan dengan diwakili oleh orangtua/walinya/pengampunya, sedangkan
sebagian lainnya berpendapat bahwa harus ada penetapan kurator” {Putusan MARI
nomor 249 K/AG/1996 tanggal 8 Januari 1998}.
Menurut pendapat Mahkamah Agung, bahwa pemeriksaan terhadap perkara yang pihak
Tergugatnya gila tidak perlu menunggu adanya penetapan kurator dari Pengadilan
Negeri.
62. “Dalam perkara
sengketa waris mal waris, tidak perlu ditetapkan taksiran harga dan penunjukan
obyek sengketa yang menjadi bagian masing-masing karena harga tersebut dapat
berubah pada saat eksekusi”.
63. “Untuk membagi harta
peninggalan yang di dalamnya terdapat harta bersama, maka harta bersama harus
dibagi terlebih dahulu, dan hak pewaris atas harta bersama tersebut menjadi
harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak”. {Putusan
MARI nomor 32 K/AG/2002 tanggal 20 April 2005}.
64. "Apa saja yang
dibeli, jika uang pembeliannya berasal dari harta bersama, maka dalam barang
tersebut tetap melekat harta bersama meskipun barang itu dibeli atau dibangun
berasal dari pribadi" {Putusan MARI nomor 803 K/Sip/1970 Tanggal 5 Mei 1970}.
65. “Harta bersama harus
dirinci antara harta yang diperoleh selama perkawinan dan harta milik pribadi
(harta bawaan, hadiah, hibah, warisan)”.
“Obyek sengketa yang tidak dapat dibuktikan harus dinyatakan ditolak, sedangkan
obyek sengketa yang obscuur libel harus dinyatakan tidak dapat diterima”.
{Putusan MARI nomor 90 K/AG/2003 tanggal 10 Nopember 2004}.
66. “Gugatan rekonpensi
yang diajukan oleh Kuasa Termohon dalam perkara cerai talak yang melampaui
batas kewenangan yang diberikan kepadanya, sebatas mengenai akibat perceraian,
dapat dikabulkan secara ex officio”.
“Kewajiban seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya adalah lil intifa’
bukan lil tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah
kepada anaknya (nafkah madhiyah anak), tidak dapat digugat”.
67. “Jumlah nilai mut’ah,
maskan dan kiswah selama masa iddah serta nafkah anak harus memenuhi kebutuhan
hidup minimum berdasarkan kepatutan dan rasa keadilan sesuai ketentuan
Kompilasi Hukum Islam dan perundang-undangan yang berlaku”. {Putusan MARI nomor
608 K/AG/2003 tanggal 23 Maret 2005}.
68. “Keterangan dua orang
saksi dalam perkara cerai talak yang hanya menerangkan suatu akibat hukum
(rechts gevolg), mempunyai kekuatan hukum sebagai dalil pembuktian untuk itu
harus dipertimbangkan secara cermat”.
“Alat bukti berupa keterangan saksi harus memenuhi azas klasifikasi ‘unus
testis nullus testis’ sebagai asas yang berlaku dalam hukum acara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. {Putusan MARI nomor 90 K/AG/2003
tanggal 11 Nopember 2003}.
69. “Keterangan saksi
yang didengar dari orang lain harus dikategorikan sebagai testimonium de auditu
dan karenanya tidak dapat dijadikan alat bukti”. {Putusan MARI nomor 27 PK/PID/2003
tanggal 04 Juli 2003}.
70. “Meski kedudukan subyeknya
berbeda tetapi obyeknya sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan
berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan nebis in idem”. {Putusan MARI
nomor 1226 K/Pdt/2001 tanggal 20 Mei 2002}.
71. “Dalam perkara waris,
untuk menentukan harta peninggalan terlebih dahulu harus jelas mana yang
merupakan harta bawaan dan mana pula yang merupakan harta bersama. Harta bawaan
kembali kepada saudara pewaris dan harta bersama yang merupakan hak pewaris
menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada para ahli waris”.
“Dalam membagi harta warisan harus disebutkan secara jelas orang-orang yang
berhak menjadi ahli waris dan bagiannya masing-masing”.
“Apabila dilakukan hibah kepada pihak lain terhadap harta warisan yang belum
dibagikan kepada ahli waris, maka hibah tersebut batal demi hukum karena
salahsatu syarat hibah adalah barang yang dihibahkan harus milik pemberi hibah
sendiri bukan merupakan harta warisan yang belum dibagi dan bukan pula harta
yang masih terikat dengan suatu sengketa”. {Putusan MARI nomor 332 K/AG/2000
tanggal 3 Agustus 2005}.
72. “Dalam hal bukti
kepemilikan Penggugat dapat dilumpuhkan oleh bukti Tergugat, maka gugatan harus
dinyatakan tidak terbukti oleh karenanya gugatan harus ditolak”. {Putusan MARI
nomor 294 K/Pdt/2001 tanggal 8 Agustus 2002}.
73. “Perubahan gugatan
dapat dikabulkan asalkan tidak melampaui batas-batas materi pokok yang dapat
menimbulkan kerugian pada hak pembelaan para Tergugat”. {Putusan MA nomor 434
K/Pdt/1970 Tanggal 11 Maret 1971} jo. Pasal 127 Rv.
74. “Jika terjadi
sengketa mengenai hak milik, maka sesuai dengan ketentuan pasal 50
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berwenang
mengadili tentang obyek yang menjadi sengketa tersebut adalah Peradilan Umum/
Pengadilan Negeri”. {Putusan MA nomor 162 K/Pdt/1992 Tanggal 10 Pebruari 1994};
{Sudah dihapus oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama}.
75. Dalam hal pada waktu
perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal, apabila Penggugat tidak
berkeberatan perkara dapat diteruskan oleh ahli waris Tergugat. {Putusan MA
nomor 429 K/Sip/1971 Tanggal 10 Juli 1971}.
76. Dalam hal perkara
sebelum diputuskan, Tergugat meninggal, haruslah ditentukan lebih dulu siapa-siapa
yang menjadi ahli warisnya dan terhadap siapa selanjutnya gugatan itu
diteruskan, karena bila tidak putusannya akan tidak dapat dilaksanakan {Putusan
MARI nomor 332 K/Sip/1971 Tanggal 10 Juli 1971 jo. vide Putusan MARI nomor 459
K/Sip/1973 tanggal 29 Desember 1975).
77. Dengan meninggalnya
Penggugat asli dan tidak adanya persetujuan dari semua ahli warisnya untuk
melanjutkan gugatan semula, gugatan harus dinyatakan gugur. {Putusan MARI nomor
431 K/Sip/1973 Tanggal 9 Mei 1974}.
78. Karena tanah-tanah
sengketa sesungguhnya tidak hanya dikuasai oleh Tergugat I/Pembanding sendiri
tetapi bersama-sama dengan saudara kandungnya, seharusnya gugatan ditujukan
terhadap Tergugat I Pembanding bersaudara bukan hanya terhadap Tergugat I
Pembanding sendiri, sehingga oleh karena itu gugatan harus dinyatakan tidak
dapat diterima. {Putusan MARI nomor 437 K/Sip/1973 Tanggal 9 Desember 1975}.
79. Kuitansi yang
diajukan oleh Tergugat sebagai bukti, karena tidak bermeterai, oleh Hakim
dikesampingkan.
80. Bekas suami menurut
hukum acara yang berlaku (Pasal 172 R.Bg.) tidak boleh didengar sebagai saksi.
81. Karena
keterangan-keterangan dari Ambu Samilin diberikan tidak di bawah sumpah,
keterangan-keterangan tersebut hanya dinilai sebagai petunjuk, untuk menambah
keterangan-keterangan saksi di bawah sumpah lainnya. {Putusan MARI nomor 90 K/Sip/1973
Tanggal 29 Mei 1975}.
82. Karena yudex facti
belum pernah mengadakan pemeriksaan setempat mengenai batas-batas tanah
sengketa, kepada Pengadilan Negeri diperintahkan untuk mengadakan pemeriksaan
tambahan mengenai batas-batas tanah tersebut.
83. Di dalam amar
putusan, orang-orang yang tidak merupakan pihak dalam perkara, tidak dapat
dinyatakan sebagai ahli waris. {Putusan MARI nomor 177 K/Sip/1976 Tanggal 26
Oktober 1976}.
84. Karena hubungan hukum
yang sesungguhnya adalah hubungan hutang-piutang antara Penggugat dengan anak
Tergugat, anak Tergugat tersebut harus turut digugat. {Putusan MARI nomor 400
K/Sip/1984 Tanggal 19 Juli 1985}.
85. Gugatan Penggugat
tidak dapat diterima karena dalam surat gugatan, Tergugat digugat secara
pribadi padahal dalam dalil gugatannya disebutkan Tergugat sebagai Pengurus
Yayasan yang menjual rumah-rumah milik yayasan, seharusnya Tergugat yang
digugat sebagai Pengurus Yayasan. {Putusan MARI nomor 601 K/Sip/1975 Tanggal 20
April 1977}.
86. "Dalam gugat
cerai atas alasan perselisihan dan pertengkaran, ibu kandung dan pembantu
rumahtangga dapat didengar sebagai saksi" {Putusan MARI nomor 1282 K/Sip/1979
Tanggal 20 Desember 1979}.
87. Gugatan yang ditujukan
lebih dari seorang Tergugat yang antara Tergugat-Tergugat itu tidak ada
hubungan hukumnya, tidak dapat diadakan dalam satu gugatan tetapi masing-masing
Tergugat harus digugat sendiri-sendiri.
88. Karena petitum
gugatan tidak jelas, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
{Putusan MARI nomor 582 K/Sip/1973 Tanggal 18 Desember 1975}.
89. Gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima karena gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan formal.
Gugatan masih dapat diajukan lagi. {Putusan MARI nomor 1343 K/Sip/1975 Tanggal
15 Mei 1979}.
90. Karena setelah
diadakan pemeriksaan setempat oleh Pengadilan Negeri atas perintah Mahkamah
Agung, tanah yang dikuasai Tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasnya
dengan yang tercantum dalam gugatan, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima.
91. "Menambahkan
alasan-alasan hukum yang tidak diajukan oleh pihak-pihak merupakan kewajiban
Hakim berdasarkan Pasal 178 RIB." {Putusan MARI nomor 1043 K/Sip/1971
Tanggal 3 Desember 1974}.
92. "Dalam hal Pengadilan
"Mengabulkan gugatan untuk sebagian" dalam amar putusan, harus
dicantumkan pula bahwa Pengadilan "Menolak gugatan untuk selebihnya".
{Putusan MARI nomor 803 K/Sip/1970 Tanggal 5 Mei 1970}.
93. "Dalam hal biaya
perkara dibebankan kepada kedua belah pihak, harus ditegaskan berapa bagian
yang harus dibayar oleh masing-masing pihak". {Putusan MARI nomor 432
K/Sip/1973 Tanggal 6 Januari 1976}.
94. "Perubahan
gugatan dapat dibenarkan asalkan tidak melampaui batas-batas materi
pokok/posita yang dapat menimbulkan kerugian pada Tergugat". {Putusan MARI
nomor 434 K/Sip/1970 Tanggal 11 Maret 1971}.
95. "Perubahan surat
gugatan perdata dapat dibenarkan bila perubahan itu dilakukan sebelum Hakim
membacakan gugatan di dalam persidangan, dan kepada Tergugat masih belum
diperintahkan untuk menjawab surat gugatan tersebut". {Putusan MARI nomor
1425 K/Sip/1985 Tanggal 24 Juni 1991}.
96. "Karena Tergugat
asal II telah menyetujui pencabutan gugatan dan tidak bersedia menghadap ke
persidangan, maka dapat dipandang bahwa Tergugat tersebut telah melepaskan
kepentingan dalam perkara ini sehingga pencoretan namanya sebagai Tergugat
tidaklah bertentangan dengan hukum". {Putusan MARI nomor 1720 K/Sip/1978
Tanggal}.
97. "Dua perkara
yang berhubungan erat satu dengan lainnya tetapi masing-masing tunduk pada
hukum acara yang berbeda tidak boleh digabungkan. {Putusan MARI nomor 677
K/Sip/1972 Tanggal 13 Desember 1972}.
98. "Orang yang
diberi kuasa tidak mempunyai hak untuk mengajukan gugat lisan". Menurut
Pasal 144 ayat (1) R.Bg. {Putusan MARI nomor 369 K/Sip/1973 Tanggal 4 Desember
1975}.
99. "Gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima karena gugatan ditujukan terhadap Tergugat
pribadi, sedangkan gugatan itu mengenai tindakan-tindakannya yang dilakukannya
sebagai pejabat". {Putusan MARI nomor 1771 K/Sip/1975 Tanggal 19 April
1979}.
100. "Gugatan tidak
dapat diterima karena ditujukan terhadap kuasa daripada Ny. Sukarlin sedangkan
yang seharusnya digugat adalah Ny. Sukarlin pribadi". {Putusan MARI nomor
1260 K/Sip/1980 Tanggal …}.
101. "Karena antara
Tergugat I sampai dengan Tergugat IX tidak ada hubungannya satu dengan lainnya,
tidaklah tepat mereka digugat sekaligus dalam satu surat gugatan; seharusnya
mereka digugat satu persatu secara terpisah". {Putusan MARI nomor 343 K/Sip/1975
Tanggal 17 Pebruari 1977}.
102. "Testimonium de
auditu tidak dapat digunakan sebagai saksi langsung tetapi penggunaan kesaksian
yang bersangkutan sebagai persangkaan, yang dari persangkaan itu dibuktikan
sesuatu tidaklah dilarang". {Putusan MARI nomor 308 K/Sip/1959 Tanggal 11
Nopember 1959}.
103. "Barang-barang
yang sudah dijaminkan hutang kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Gresik
tidak dapat dikenakan conservatoir beslag". {Putusan MARI nomor 394 K/Sip/1984
Tanggal 5 Juli 1985}.
104. "Sita jaminan
tidak dapat dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga". {Putusan MARI
nomor 476 K/Sip/1974 Tanggal 14 Nopember 1974}.
105. "Sita jaminan
atas rumah bangunan yang dipakai sebagai praktek dokter karena termasuk alat
untuk mencari nafkah atau mata pencaharian bagi seorang dokter, tidak
dibenarkan". {Putusan MARI nomor 8088 K/Pdt/1989 Tanggal 20 Oktober 1990}.
106. "Terjadi
perceraian serta pembagian harta bersama antara bekas suami-isteri
masing-masing 1/2 bagian. Bahwa dipertimbangkan perihal harta benda tersebut
termasuk biaya hidup, pendidikan dan pemeliharaan anak yang menurut
yurisprudensi sebagai hukum yang hidup biaya-biaya tersebut tidak hanya
dibebankan kepada ayah saja tetapi juga kepada ibu, sehingga untuk menjamin
pembagian tersebut, conservatoir beslag dapat disahkan dan dinyatakan berharga
teristimewa untuk jaminan pelaksanaan putusan (eksekusi)". {Putusan MARI
nomor 392 K/Pdt/1969 Tanggal 1 Oktober 1969}.
107. "Permohonan
provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan Hakim yang tidak mengenai pokok
perkara, permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak".
{Putusan MARI nomor 279 K/Pdt/1976 Tanggal 5 Juli 1977}.
108. "Putusan provisi
dalam perkara ini seharusnya hanya berupa larangan untuk meneruskan bangunan
dan penghukuman untuk membayar uang paksa (jadi tidak mengenai pokok
perkara)". {Putusan MARI nomor 1738 K/Pdt/1976 Tanggal ... }.
109. Kumulasi subyektif
(dhi. terdapat 3 orang Tergugat) berbeda dengan itsbat nikah dalam rangka
perceraian, dimana Penggugat (Pemohon)nya dan Tergugat (Termohon) masing-masing
seorang.
110. Dalam perkara
sengketa perkawinan termasuk hadhanah, tidak berlaku asas "nebis in
idem" {Putusan MARI nomor 110 K/AG/1992 Tanggal 24 Juli 1993}.
111. Kepentingan si anak
yang harus dipergunakan selaku patokan untuk menentukan siapa dari orang tuanya
yang diserahi pemeliharaan si anak. {Putusan MARI nomor 906 K/Sip/1973 Tanggal
25 Juni 1974}.
112. Kewajiban membiayai
kehidupan pendidikan dan pemeliharaan anak, tidak hanya dibebankan kepada ayahnya
saja, tetapi juga kepada ibunya sehingga patut kepada masing-masing dibebankan
separoh dari termaksud. {Putusan MARI nomor 906 K/Sip/1973 Tanggal 25 Juni
1974}.
113. Surat bukti fotokopi
yang tidak dapat diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, harus
dikesampingkan sebagai surat bukti. (Vide Pasal 1888 KUHPerdata). {Putusan MARI
nomor 3609 K/Pdt/1985 Tanggal 9 Desember 1997}.
114. "Bekas suami
menurut hukum acara yang berlaku, tidak boleh didengar sebagai saksi".
{Putusan MARI nomor 140 K/Sip/1974 Tanggal 6 Januari 1976}.
115. “Dengan adanya
pengakuan tegas, maka Penggugat tidak perlu membuktikan lagi dalilnya”.
(Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) nomor 858 K/Sip/1971 tanggal
27 Oktober 1971).
116. "Adanya
pengakuan Tergugat dianggap gugatan telah terbukti” (Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia, nomor 497 K/SIP/1971 tanggal 01 September 1971).
117. “Bahwa
sanggahan/eksepsi Tergugat tersebut pada pokoknya telah mempermasalahkan pokok
perkara dan bukan keberatan terhadap kompetensi Pengadilan atau bukan keberatan
terhadap kehendak undang-undang yang harus dipenuhi, sebagaimana menurut
layaknya formalitas suatu gugatan “atas dasar fakta dari pertimbangan tersebut
majelis berpendapat bahwa eksepsi Tergugat tersebut tidak bersandar hukum, yang
karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima”. (Putusan Mahkamah Agung RI.
nomor 4434 K/Pdt/1986 bertanggal 20 Agustus 1988).
118. “Eksepsi yang isinya
senada dengan jawaban-jawaban biasa mengenai pokok perkara dianggap bukan
eksepsi”, maka harus dinyatakan ditolak. (Putusan Mahkamah Agung RI nomor 284
K/Pdt/1976 tanggal 12 Januari 1976).
119. Bahwa walaupun ada
dua perkara yang berkaitan erat satu dengan lainnya tetapi tunduk pada hukum
acara yang berbeda, maka tidak dibenarkan untuk digabungkan. Dalam hal ini
pokok perkaranya adalah Penggugat menuntut pembagian harta warisan (perkara
contentius) yang sekaligus digabungkan dengan perkara permohonan hak agar
ditetapkan sebagai anak angkat (perkara voluntair), hal ini melanggar ketertiban
beracara dengan adanya penggabungan tersebut. Karena upaya hukum perkara
Voluntair adalah kasasi sedangkan upaya hukum perkara contentiosa adalah
banding. Berbeda halnya dengan penggabungan perkara itsbat nikah (perkara
voluntair) dalam rangka perceraian (perkara contentiosa), dimana satu orang
Penggugat (Pemohon) melawan satu orang Tergugat (Termohon), sedangkan dalam
perkara ini terdapat beberapa orang Tergugat yang menyangkal dalil-dalil
Penggugat untuk ditetapkan sebagai anak angkat yang akan memperoleh warisan
melalui wasiat wajibah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar