Cari Blog Ini

Jumat, 02 Agustus 2024

 

SENGKETA HAK ASUH ANAK

Masalah hak asuh anak, apalagi sampai ke eksekusi, seringkali menjadi hal yang sangat menyulitkan. Secara yuridis, dan teoritis, sepertinya tampak sederhana. Anak dibawah 12 tahun atau yang dikenal dengan sebutan anak belum mumayiz, hak asuhnya ada pada ibu kandungnya kecuali ada putusan hukum yang mengecualikannya. Pengasuhan anak berdasarkan asas kepentingan terbaik bagi anak.

Dalam prakteknya, seringkali masalah hak asuh anak (Hadlonah) menjadi lebih rumit dari pada perkara perceraian. Banyak kasus, dimana Penggugat (P)/pemohon (L) tidak keberatan dengan perceraian dengan pasangannya. Namun masalah hak asuh anak, bisa disepakati. Konsep kepentingan terbaik bagi anak adalah anak jangan pernah dijadikan korban untuk kedua kalinya oleh orang tuanya. Saat orang tua bercerai itu sebenarnya anak sudah menjadi korban, jangan malah ditambah dengan persengketaan dengan siapa anak harus ikut salah satu orang tuanya. Yang terbaik adalah anak tetap merasa memiliki kasih sayang sempurna dari ayah dan ibunya.  

Namun hal ideal tidak selalu menemukan jalan, sering kali perceraian diikuti dengan konflik sehingga menyelesaikan masalah lanjutannya (hak asuh anak, harta bersama perkawinan) selalu dengan mengedepankan emosi. Alangkah indahnya jika perceraian hanyalah dimaknai putusnya ikatan perkawinan, tapi tidak sampai memutus ikatan silaturrohmi diantara keduanya. Hubungan baik yang terjaga akan melahirkan komunikasi yang baik pula, sehingga pengasuhan anak bisa didiskusikan dengan baik.

 Namun jika kondisi itu mustahil diciptakan maka penetapan pengadilan mengenai Hak pengasuhan anak menjadi jalan keluar yang terpaksa harus dilakukan demi kepastian hukum.  Dalam proses mendapatkan hak asuh anak muncul masalah yang tidak banyak dimuat di dalam buku-buku kuliah. Yakni tentang strategi bagaimana berjuang mendapatkan atau mempertahankan hak asuh anak. Yang namanya strategi, bisa sangat luas variasinya. Bergantung pada banyak hal, mulai dari kondisi keuangan, kreativitas laywer, hingga moralitas para pihak. Dan kisah-kisah yang terjadi, bisa jadi tidak banyak yang bisa membayangkannya, terutama dari kalangan awam. Atau bahkan mereka yang tidak terbiasa menyaksikan drama kehidupan tentang perebutan hak asuh ini.

Tidak jarang kita temui misalnya, seorang penggugat menunggu anaknya terluka, terjatuh, atau diterlantarkan, untuk membuktikan bahwa tergugat, tidak mampu menjadi orang tua yang kompeten. Atau dengan cara-cara lain termasuk masalah aktifitas Tergugat yang dipakai oleh Penggugat untuk memfreming bahwa Tergugat tidak punya waktu lebih untuk bersama anak. Masalah bisa menjadi semakin rumit karena sebab campur tangan oknum kuasa hukumnya dalam mencari celah-celah Tergugat atau bahkan merekayasa fakta agar hak pengasuhan anak bisa jatuh kepada Penggugat.

Kadang perlawanan harus dilakukan secara sangat keras. Mengingat strategi-strategi yang digunakan kadang tidak terbayangkan tingkat kekejamannya. Meskipun keras, tentu tetap dalam koridor hukum yang berlaku. Keras adalah dalam arti, adakalanya harus melangkah masuk ke ranah hukum pidana, sekalipun perkara pokoknya adalah masalah perdata perceraian dan/hak asuh anak.

Salah satu hal menyedihkan dari rebutan hak asuh anak adalah, kadang hak tersebut diperebutkan bukan karena rasa sayang kepada anaknya, melainkan hanya sekedar untuk melukai hati (mantan) pasangannya. Kadang juga diperebutkan karena kakek nenek nya punya kepentingan menguasai cucunya sehingga ikut membuat rumit masalah. Anak adalah pihak paling lemah dalam konstruksi keluarga, dan paling retan menjadi korban konflik orang tuanya, secara psikologis hal tersebut akan sangat berdampak signifikan dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Mengharap anak tumbuh baik dari kondisi konflik seperti itu jelas mustahil terjadi. (udn76)  





 

HATI-HATI DALAM MENCARI PENGACARA

 

JANGAN MUDAH TERKECOH

PENAMPILAN SEORANG PENGACARA !!

 

Memilih pengacara yang baik adalah prasyarat untuk selesainya perkara dengan baik dan sesuai harapan. Hal tersebut diera sekarang bukan persoalan mudah, karena faktanya sistem yang dianut bukan lagi singgel Bar tapi Multi-Bar. Jumlah Wadah organisasi Advokat sangat banyak dan masing-masing memiliki standart berbeda dalam menentukan kelulusan calon anggotanya.

Banyaknya advokat yang lahir dari Rahim Organisasi yang beragam akan melahirkan kualitas yang berbeda pula sehingga dalam praktiknya semakin membuat sulit seorang Klien untuk mendapatkan pengacara yang benar-benar baik, jujur dan amanah ditengah menjamurnya jumlah pengacara di sekitar kita.

Berikut ini tips sederhana untuk memilih pengacara yang baik:

  1. Pilih pengacara yang spesialis bidangnya. Tidak ada pengacara yang memiliki keahlian disemua bidang hukum. Jika persoalan yang dihadapi klien masalah perdata, maka cari pengacara yang spesialis fokus masalah perdata, jika didampingi pengacara bukan fokus keahliannya maka hasil yang diharapkan bisa kurang sesuai ekspektasi. Begitu juga jika masalahnya pidana, maka carilah  pengacara yang spesialis menangani perkara pidana. setiap pengacara dalam praktik hukumnya terseleksi pada bidang keahlian sendiri-sendiri.
    Memilih pengacara yang sesuai dengan bidang yang dihadapi klien, adalah kunci pertama dan utama dalam menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi secara efektif. Salah memilih, sama seperti kita memilih dokter spesialis. Kalau penyakitnya paru-paru maka datanglah ke dokter spesialis paru, karena dokter spesialis jantung tidak memiliki keahlian dibidang paru, begitu sebaliknya. Sehingga hal pertama yang harus kita ketahui, pengacara yang dikenal itu ahli di bidang apa, cari referensi sebanyak-banyaknya. Jika ada pengacara yang mengaku ahli di semua bidang, jangan mudah percaya karena hampir dipastikan itu tidak ada.
  2. Kemampuan pengacara dalam memberikan konsultasi Hukum. Saat memberikan konsultasi hokum rasakan, apakah pengacar lebih banyak menggali permasalahan yg akan diselesaikan, atau lebih sibuk dengan nego biaya perkara? Pengacara yang hanya orientasi uang pasti fokus pembicaraannya masalah uang. Kemungkinan besar pengacara tersebut tidak peduli dgn masalah yg anda hadapi dan lebih memikirkan pendapatan dari kasus yg ditangani. Terhadap pengacara dengan tipe seperti itu berpotensi lebih suka menempuh jalur ‘belakang’ daripada menyelesaikan masalah secara professional sesuai dengan hukum yg berlaku, dan itu prilaku yang jelas melanggar hukum. Klien akan menjadi ATM si pengacara dengan berbagai alasan untuk meminta uang. Sehingga lebih baik, hindari saja.
  3. Pastikan pengacara yang akan ditunjuk memahami masalah yang dihadapi Klien. Tanpa pemahaman terhadap masalah yg dihadapi klliennya, tidak mungkin bisa memberikan solusi hukum yg baik. Jika sudah yakin pengacara paham masalah yang dihadapi klien dengan baik, baru bicara biaya kuasa dan fee. Jika pengacara yang ditunjuk tidak memahami masalahnya dgn baik, maka bisa dipastikan tarif yg ditawarkan adalah asal-asalan dan cenderung sangat tinggi.
  4. Pastikan biaya perkaranya masuk akal. Adakalanya biaya yang diajukan sangat tinggi sedangkan perkara yang dihadapi sebenarnya sepele. Hal ini terutama pada masalah pidana, memanfaatkan kondisi psikologis klien yang sedang panik, takut dan terjepit sehingga cenderung mudah menerima berapapun tarif yg disodorkan. Atau masalah perdata dengan janji-janji manis yang membuat klien memepercayainya.
  5. Pastikan sekup pekerjaannya. Ada banyak tahap dalam proses hukum, dan setiap pengeluaran perlu jelas penggunaannya. Jangan sampai sudah jatuh masih tertimpa tangga. Sudah tertimpa masalah hukum, masih diporotin dalam menjalani proses hukumnya, tentu hal ini akan semakin menambah penderitaan kliennya.
  6. Pastikan pengacaranya amanah dan bisa dipercaya. Tidak kongkalikong dengan lawan anda (bermain dua kaki). Pengacara yang baik adalah Mampu menjaga kepercayaan kliennya. Memiliki integritas. Bersungguh-sungguh menyelesaikan masalah hukum kliennya. Sekalipun pengacara yang kita kenal memilki keahlian, terbaik keilmuannya, namun jika tidak amanah, maka bisa merugikan kliennya.